Berita
halaman depan > Berita

Seorang siswa sekolah dasar berusia sembilan tahun menggunakan AI untuk menulis novel, memicu pemikiran tentang zaman

한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina

Hal ini tidak hanya menunjukkan potensi AI dalam bidang kreasi, namun juga memicu masyarakat untuk banyak memikirkan metode kreasi di masa depan. Bagi masyarakat umum yang masih awam dengan AI, khususnya generasi orang tua, cara memandang hubungan antara anak dan AI menjadi isu penting. AI bukan sekedar alat, AI mengubah cara kita hidup dan memahami.

Dari perspektif pendidikan, AI memberikan jalan baru bagi anak-anak untuk belajar dan bereksplorasi. Hal ini dapat merangsang kreativitas anak dan membantu mereka menerobos keterbatasan pemikiran tradisional. Namun, hal ini juga membawa tantangan, seperti ketergantungan yang berlebihan pada AI yang dapat melemahkan kemampuan berpikir dan berekspresi anak-anak.

Dalam bidang kreasi, meskipun AI dapat memberikan inspirasi dan bantuan, namun jiwa dan emosi yang sesungguhnya tetap perlu diberikan oleh manusia. Karya luar biasa sering kali bersumber dari pengalaman hidup, persepsi, dan nilai unik pengarangnya. Kreativitas dan imajinasi manusia tidak dapat digantikan. Inilah perbedaan terbesar antara kita dan AI.

Bagi para orang tua, menghadapi “penduduk asli era AI”, mereka tidak boleh begitu saja menolak atau terlalu mengandalkan AI. Anak-anak harus dibimbing untuk menggunakan AI dengan benar dan mengembangkan kemampuan berpikir dan menilai secara mandiri. Biarkan anak-anak memahami bahwa AI adalah alat pendukung, bukan kekuatan dominan.

Singkatnya, era AI menghadirkan peluang dan tantangan. Kita harus memperlakukannya dengan sikap terbuka dan rasional, memanfaatkan sepenuhnya manfaatnya, dan pada saat yang sama berpegang teguh pada nilai-nilai unik umat manusia untuk bersama-sama menciptakan masa depan yang lebih baik.