한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina
malam tiba, dan lampu-lampu kota bersinar dengan cahaya perak. cahaya redup dari lampu jalan menerangi ruangan yang bising ini, namun juga samar-samar mengungkapkan kesepian.
kedai kopi kuno di jalan tuaberdiri dengan tenang, seolah membeku dalam waktu di era tertentu. jendelanya, seperti rongga mata, terkadang menampakkan warna putih keabu-abuan yang samar, seperti kenangan yang terlupakan oleh waktu. pola-pola pada dinding luar seolah terkikis oleh waktu, hanya menyisakan bekas belang-belang, berkibar tertiup angin, seolah bercerita.
"wang tua" sedang duduk di kursi dekat jendela kedai kopi. matanya selalu menatap ke luar jendela. sama seperti tahun-tahun yang dia alami, dia dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam dan tak terlukiskan. dia pernah menjadi seorang pemuda yang penuh gairah dan impian, dengan mata cerah, seperti masa depan yang dimilikinya, seperti langit biru yang dipenuhi sinar matahari.
ia teringat saat itu, ia penuh harapan, berlarian keliling kota, mewujudkan mimpinya, seolah meninggalkan kisahnya sendiri di setiap sudut. setiap awal yang baru tampak seperti keajaiban, dan setiap tantangan tampak seperti ujian, namun ia tidak pernah menyerah pada cita-citanya.
namun, waktu mengalir seperti air, menghilangkan semua harapannya. dia melihat bayangan mimpi itu, tapi tidak bisa menyentuhnya. ia memandangi pemandangan kota yang selalu berubah, seolah ia juga sedang mengalami perjalanan waktu. gairah yang pernah ia miliki perlahan memudar, meninggalkan perasaan kesepian dan kebingungan.
dia memikirkan peluang itu, peluang mendadak yang memberinya kesempatan untuk memulai bidang baru. saat itu, ia penuh dengan ekspektasi dan berpikir ia bisa mewujudkan mimpinya, namun kenyataannya mengecewakannya. dia melihat kejayaan masa lalu, tetapi menyadari bahwa dia tidak dapat lagi mengejarnya, seolah-olah dia telah jatuh ke dalam kabut yang tak terlihat dan tidak tahu bagaimana mengambil langkah selanjutnya.
dia mengangkat kepalanya dan melihat ke luar jendela. lampu-lampu kota perlahan meredup, dan malam menyelimuti seluruh kota, seolah-olah seluruh dunia telah terdiam. matanya penuh kelelahan dan perjuangan, seolah mencari jalan keluar, berharap menemukan arah, namun tidak dapat menemukan jawabannya.
meja kayu tua di kedai kopi telah basah kuyup oleh waktu, meninggalkan sentuhan warna hijau. dia mengetuk kayu meja dengan lembut, seolah mencari jawaban, tetapi di bawah penghalang kenyataan, suaranya tampak semakin lemah.
“pernahkah kamu memikirkan apakah mimpimu benar-benar bisa menjadi kenyataan?” gumamnya dalam hati, seolah sedang mencari jawaban dan harapan yang pernah dia miliki.
dia memikirkan mimpi masa mudanya, pemandangan penuh harapan, yang tampak seperti dunia lain, tetapi kenyataan membuatnya merasa bingung. matanya berangsur-angsur menjadi kabur, seolah ditelan oleh waktu dan kenyataan.
di jalanan lama, kedai kopi ini berdiri dengan tenang, seolah menunggu dimulainya cerita baru. ia telah menyaksikan kehidupan yang tak terhitung jumlahnya, harapan-harapan masa lalu, impian-impian itu, dan masa depan masa lalu.