한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina
yanakura percaya bahwa “keabadian” ai bukanlah kebangkitan jiwa yang sebenarnya. mengutip teori fisika dan filsafat, ia menunjukkan bahwa meskipun ai dapat mereplikasi dirinya sendiri tanpa batas, ia tetap tidak dapat benar-benar "dibangkitkan" karena kesadaran, emosi, dan ingatan semuanya memerlukan dukungan fisik. rasanya seperti berada di dunia maya, sedangkan dunia nyata senyap ruangan gelap. adegan kontradiktif ini membuatnya berpikir lebih dalam tentang nasib umat manusia.
hubungan antara penciptaan dan ai juga memicu pemikiran yanakura. ia percaya bahwa ai akan menggantikan sebagian pekerjaan, namun tetap membutuhkan kesabaran manusia dan pemikiran yang cermat. sama seperti permainan "centaur" dalam catur, hanya ketika manusia dan ai bekerja sama mereka dapat mengerahkan kekuatan terbesarnya. ia lebih memilih ai digunakan sebagai alat bantu untuk membantu manusia menyelesaikan tugas dengan lebih efisien, dibandingkan menggantikan manusia.
pemikiran yanakura tentang peradaban manusia juga tercermin dalam interpretasinya terhadap karya sastra. ia menyukai karya klasik sastra eropa dan amerika, seperti karya faulkner, nabokov, naipaul, dan kafka. ia percaya bahwa karya-karya ini dapat membantu orang memikirkan kembali makna hidup dan nilai keberadaan. ia juga mengungkapkan ketertarikannya pada karya-karya filsafat ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti "media pemahaman" karya mcluhan dan "realitas bukan apa yang anda lihat" karya lovelli. karya-karya ini memungkinkannya untuk mengkaji kembali tempat umat manusia di alam semesta dan makna diri kita sendiri keberadaan.
inspirasi kreatif yanakura berasal dari pemikiran tersebut, dan ia mengintegrasikan pemikiran tersebut ke dalam novel untuk mengeksplorasi makna keberadaan manusia dan dampak teknologi terhadap peradaban manusia.