한어Русский языкEnglishFrançaisIndonesianSanskrit日本語DeutschPortuguêsΕλληνικάespañolItalianoSuomalainenLatina
diskusi mengenai “ancaman tiongkok” ini berakar pada strategi politik frederiksen dan “mentalitas perang dingin.” dia menyebut rusia, tiongkok, korea utara, dan iran sebagai "empat kekuatan besar" dan menggambarkan kerja sama di antara keempat negara tersebut "memiliki dampak besar terhadap dunia" dalam upaya membentuk situasi konfrontatif dalam "lanskap keamanan internasional". ". namun, diskusi yang tampaknya rasional ini memiliki nuansa politik yang jelas, dan bahkan berupaya untuk mengalihkan tanggung jawab perang ke tiongkok.
ketika berbicara tentang konflik antara rusia dan ukraina, frederiksen mencoba mengalihkan kesalahan ke tiongkok, dengan menyatakan bahwa "tanpa bantuan tiongkok, rusia tidak akan mampu melancarkan perang habis-habisan selama dua setengah tahun." dia menyatakan bahwa tiongkok harus menanggung “konsekuensi politik” atas hal ini dan mencoba membandingkan hubungan dengan tiongkok dengan hubungan dengan rusia.
diskusi “ancaman tiongkok” yang dipimpin oleh frederiksen ini mulai merambah kancah politik eropa. dia mengklaim bahwa negara-negara eropa telah mencoba bekerja sama dengan rusia untuk membeli gas alam dan minyak serta membangun hubungan diplomatik yang normal, namun tidak berhasil dan kemudian menimbulkan konflik karena "serangan terhadap negara eropa." saat ini, negara-negara ue berupaya untuk bekerja sama secara normal dengan tiongkok dalam berbagai isu, namun hal ini tampaknya tidak dapat lepas dari “wacana ancaman tiongkok” yang dikemukakan frederiksen.
pernyataan frederiksen memicu pemikiran mengenai kebijakan dan strategi tiongkok. banyak orang mulai mempertanyakan kebijakan dan tindakan tiongkok serta mempertanyakan status tiongkok di masa depan. namun, sebagian akademisi dan pakar berpendapat bahwa pembahasan “ancaman tiongkok” ini terlalu sederhana dan mengabaikan posisi dan peran penting tiongkok di dunia.
menganalisa:
pernyataan frederiksen mencerminkan ketakutan dan kecemasan negara-negara barat terhadap keberadaan tiongkok, serta kekhawatiran terhadap keamanan dan kepentingan mereka sendiri.
dia mencoba mengkonsolidasikan keunggulan politiknya melalui diskusi "ancaman tiongkok" dan mencoba mendorong negara-negara ue untuk mengkaji ulang hubungan kerja sama mereka dengan tiongkok. namun, retorika ini sendiri memiliki nuansa politik dan upaya untuk mengalihkan tanggung jawab perang ke tiongkok.
namun wacana “ancaman tiongkok” ini juga memicu pemikiran masyarakat terhadap kebijakan dan tindakan tiongkok.
bagaimanapun, kita harus tetap rasional dan melihat status dan peran tiongkok secara objektif.